Rabu, 29 Januari 2014

2 Februari Sebagai Hari Lahan Basah

Hari Lahan Basah Sedunia diperingati pada tanggal 2 Februari setiap tahunnya. Tanggal ini memperingati hari ditandatanganinya Konvensi Lahan Basah, yang disebut Konvensi Ramsar, pada 2 Februari 1971 di Kota Ramsar, kota yang terletak di pantai Laut Kaspia di Iran. Konvensi Pada awalnya berfokus pada masalah burung air dan burung migran. Kemudian berkembang kepada kesadaran keutuhan lingkungan. dan konvensi alam, termasuk keaneka ragaman hayati, karena berdampak luas terhadap kelangsungan hidup manusia di muka bumi. Lahan Basah sebagai suatu ekosistem, berperan dalam memberikan peluang kehidupan bagi seluruh mahluk termasuk dalam mewarnai corak dan budaya di masing-masing wilayah.


Hari Lahan Basah Sedunia (World Wetlands Day /WWD) diperingati pertama kali pada tahun 1997. Setiap tahun, lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat pada seluruh lapisan komunitas mengambil peran dalam aksi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap nilai dan manfaat lahan basah secara umum. Sejak tahun 1997 hingga 2007, konvensi telah melaporkan bahwa 95 negara telah melakukan aktivitas perayaan Hari Lahan Basah Sedunia dalam berbagai bentuk, dari seminar dan kuliah singkat, lintas alam, kontes seni anak-anak, balap sampan, hingga aksi bersih (clean-up day) yang dilakukan komunitas masyarakat, dan sebagainya.
Lahan Basah menurut Konvensi Ramsar memiliki definisi yang luas, yakni “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut dan perairan, baik perairan alami ataupun buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau, atau asin termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari 6 meter pada waktu air surut”.

Indonesia masuk menjadi anggota/meratifikasi Konvensi Ramsar pada tahun 1991 melalui Keppres
No. 48 tahun 1991, dimana saat itu diajukan Taman Nasional Berbak di Propinsi Jambi sebagai situs
Ramsar pertama di Indonesia. TN Berbak selain merupakan lahan basah yang sangat penting
(162,000 Ha) dari sisi keanekaragaman hayati, ia juga merupakan lahan basah yang menyimpan
Karbon dalam jumlah besar pada lahan gambutnya.
Saat ini Indonesia memiliki 6 situs Ramsar, yaitu:
  1. Taman Nasional Danau Sentarum,Terletak di jantung Borneo atau tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Kawasan Danau Sentarum yang merupakan komplek danau-danau yang terdiri dari  20 buah danau besar kecil,  sejak tahun 1999 ditetapkan sebagai Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dan mempunyai luas 132.000 Hektar.  Berada 700 kilometer timur laut Kota Pontianak itu, TNDS terdiri atas 89.000 hektar hutan rawa tergenang dan 43.000 hektar daratan. Danau Sentarum sungguh berbeda dengan danau ‘konvensional’ lainnya, sebab Danau Sentarum sejatinya adalah daerah hamparan banjir (lebak lebung /floodplain).  Dengan letak dan kondisinya yang berada di tengah-tengah jajaran pegunungan menjadikan kawasan ini sebagai daerah tangkapan hujan. Pada musim penghujan Komplek Danau Sentarum akan terendam air akibat aliran air dari pegunungan di sekelilingnya dan dari luapan Sungai Kapuas yang merupakan Sungai terpanjang di Indonesia. Selama 9-10 bulan dalam setahun, kawasan Danau Sentarum akan terendam hingga kedalaman 6 – 14 meter.  Diperkirakan tersimpan 16 triliun meter kubik air per tahun di kawasan ini.  Dan uniknya pada musim kemarau panjang, sebagian besar danau menjadi kering
  2. Taman Nasional Berbak. Kawasan Taman Nasional Berbak membentang pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi. Secara geografis kawasan Taman Nasional Berbak dan sekitarnya terletak antara 103°48’ - 104°28 Bujur Timur dan 1°05’ - 1°40’ Lintang Selatan. Batas-batas kawasan Taman Nasional Berbak dengan sekitarnya sebagai berikut : *Sebelah Timur berbatasan dengan desa-desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Sadu dan Laut Cina Selatan. *Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Berbak, Taman Hutan Raya (THR) dan Hutan Lindung gambut (HLG). *Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Berhala. *Sebelah Selatan berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Sembilang Propinsi Sumatera Selatan. Taman Nasional Berbak merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki kekhasan dalam keadaan fisik dan ekologinya, nilai hidrologi dan biofisik, nilai sosial dan budaya, keanekaragaman flora dan fauna dan berpotensi di kembangkan dimasa yang akan datang seperti interpretasi dan pariwisata. Berbak merupakan satu kawasan Ramsar Site di Indonesia yang memiliki tipe ekosistem hutan rawa gambut yang tidak terganggu seluas 110.000 ha dan hutan rawa air tawar seluas 60.000 ha (Scoot 1989). Terdapat pengurangan kawasan seluas 1500 ha yang merupakan kawasan hutan mangrove ketika berubah status dari Suaka Marga satwa ke Taman Nasional ( Colijn 1999). Kurang lebih 90 % kawasan ini merupakan daerah konservasi, sedangkan 10 % merupakan lahan pertanian ( Sibeua 1998) dan (IBSAP 2003-2020)
  3. Taman Nasional Sembilang. Didasarkan pada rekomendasi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan (No 522/5459/BAPPEDA-IV/1998 ditunjuk sebagai TAMAN NASIONAL dengan SK Menteri Kehutanan No. 76/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan, yang didalamnya tercantum penunjukan kawasan Sembilang menjadi Taman Nasional.
    Berdasarkan surat Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) No. 22/5128/I tanggal 23 Oktober 2001 TN Sembilang ditetapkan Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003 seluas ± 202.896,31 hektar termasuk kawasan perairanya. Menurut wilayah administrasi pemerintahan TN Sembilang berada di kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumsel, secara geografis TN sembilang berada diantara 1°38’ - 2°25’ LS dan 104°12’ - 104°55’ BT.Sebelah Barat Laut Taman Nasional Sembilang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Berbak yang berada di Provinsi Jambi
    Kawasan TN Sembilang merupakan penggabungan antara kawasan Hutan Suaka Alam (HSA) Sungai Sembilang, Hutan Suaka Alam (HSA) Sungai Sembilang II, Hutan Suaka Alam (HSA) Pulau Alang Gantang, Hutan Suaka Alam (HSA) Terusan dalam, Hutan Lindung (HL) Sungai Sembilang dan kawasan perairan di sekitarnya seluas ±17.827 ha.
    Keunikan bentang alam TN Sembilang berupa hutan mangrove yang lebat, sungai-sungai yang berliku-liku dan dataran lumpur yang luas tempat persinggahan dan mencari makan bagi burung-burung migran maupun burung penetap. Kondisi demikian merupakan obyek utama eko-wisata yang sangat menarik di TN Sembilang. Kunjungan ke hutan mangrove dan pengamatan satwa dapat dilakukan dengan menyusuri sungai-sunga di TN Sembilang.
  4. Taman Nasional Wasur. dikenal sebagai “Serengiti Papua” terletak Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, Temperatur udara 22° - 30° C, Curah hujan Rata-rata 2.400 mm/tahun, Ketinggian tempat 0 – 90 meter dpl. Letak geografis 8°04’ - 9°07’ LS, 140°29’ - 141°00’ BT. Ditetapkan Menteri Kehutanan, SK No. 448/Menhut-VI/90 luas 413.810 hektar. merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai potensi keanekaragam yang sangat tinggi, salah satunya adalah keanekaragaman jenis-jenis burung migran. Sampai saat ini di TN Wasur telah tercatat 403 species burung dengan 74 species diantaranya endemik Papua dan diperkirakan terdapat 114 species yang dilindungi. Keberadaannya sebagai daerah lahan basah merupakan habitat penting bagi burung-burung air di Indonesia khususnya burung migran yang berasal dari Australia dan New Zealand dan memiliki arti penting bagi kepentingan internasional sebagai tempat persinggahan ribuan burung migrasi.
  5. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Pada awalnya kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan penggabungan antara TB. Watumohai seluas 50.000 ha dan SM Rawa Aopa seluas 55.560 ha yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut. Nomor 138/Kpts-II/1985. Selanjutnya pada tanggal 27 juli 1985 Menteri Kehutanan dengan Keputusan Nomor 189/Kpts-II/1985 membagi TB. Watumohai menjadi SM. Gn. Watumohai seluas 41.244 ha dan TB. Dataran Rumbia seluas 96.804 ha, sehingga luas keseluruhan SM menjadi 96.804 ha yang dikukuhkan dengan SK Deklarasi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai di Kaliurang Nomor 444/Kpts-II/1989. Kelompok hutan rawa aopa watumohai ditetapkan menjadi kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai oleh Menteri Kehutanan dengan keputusan Nomor 756/Kpts-II/1990 tanggal 17 Desember 1990. Kawasan ini membentang pada tiga wilayah kabupaten di Propinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Kabupaten Buton (45.605 ha), Kabupaten Kolaka (12.825 ha) dan Kabupaten Kendari (46.764 ha). Titik pertemuan ketiga wilayah ini berada di tengah kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yaitu dipuncak pegunungan Mendoke yang sering disebut juga Segitiga Bukari (Buton, Kolaka, Kendari).
  6. Suaka Margasatwa Pulau Rambutmerupakan salah satu pulau dari 108 pulau yang menyusun Kepulauan Seribu yang terletak di Teluk Jakarta. Secara geografis, pulau ini berada di antara 106,5 o 41’ 30” BT dan 5,5 o 57’ LS. Sedangkan berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan ini termasuk ke dalam wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.  Pulau Rambut pertama kali diusulkan sebagai kawasan konservasi disampaikan oleh Direktur Kebun Raya Bogor kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta. Alasan yang paling penting adalah untuk melindungi berbagai jenis burung air yang banyak terdapat di pulau tersebut. Menindaklanjuti usulan tersebut, pada tahun 1937 Pulau Rambut ditetapkan secara resmi sebagai cagar alam melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 7 tanggal 3 Mei 1937.  Selanjutnya keputusan tersebut dibuat dalam Lembaran Negara (Staadblat) No. 245 tahun 1939.  Sedangkan pelaksanaannya diatur dalam peraturan (Ordonansi) Perlindungan Alam tahun 1941 yang dimuat dalam Lembaran Negara No. 167 tahun 194 Pada saat penetapan Pulau Rambut sebagai cagar alam pada tahun 1937 tersebut luasnya dinyatakan sebesar 20 ha. Dalam perkembangannya, kondisi dan potensi Pulau Rambut terus berubah. Berdasarkan hasil studi PPKHT IPB(1997) diketahui bahwa sebagian besar vegetasi mangrove mengalami kematian akibat pencemaran sampah dan minyak. Selain itu, akibat tercemarnya habitat mangrove oleh sampah dan minyak juga menyebabkan terhambatnya regenerasi tumbuhan mangrove. Oleh karena dalam suatu kawasan cagar alam tidak dibenarkan adanya campur tangan manusia dalam kegiatan pembinaan habitat di dalam kawasan, maka diusulkan dan direkomendasikan agar status Pulau Rambut dari cagar alam diubah menjadi suaka margasatwa.
    Menyambut rekomendasi tersebut dan juga dalam rangka menyelamatkan kondisi dan potensi Pulau Rambut, maka pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts-II/1999 tertanggal 7 Mei 1999 memutuskan untuk merubah status Pulau Rambut dari cagar alam menjadi suaka margasatwa dengan luas 90 ha yang terdiri atas sekitar 45 ha daratan dan 45 ha perairan.

Sekian dulu NgeShare kali ini, smoga bermanfaat,,,!!!!
Lanjut Membaca,,,:
Kerpe'an,,,;
http://dreamindonesia.wordpress.com
http://husnulhadi.blogspot.com
http://www.nukurinx.com/2013/08/taman-nasional-sembilang.html
http://www.dephut.go.id/uploads/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_wasur.htm
http://www.pendakierror.com/tnraw.htm
http://onrizal.wordpress.com/2008/10/10/ancaman-kelestarian-suaka-margasatwa-pulau-rambut-dan-alternatif-rehabilitasinya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar